Konflik perang mulai di Asia beberapa tahun sebelum pertikaian dimulai di Eropa, setelah Jepang menginvasi Cina tahun 1931 jauh sebelum Perang Dunia II mulai di Eropa tanggal 1 September 1939-14 Agustus 1945. Tanggal 1 Maret 1931 Jepang menunjuk Henry Pu Yi menjadi raja di Manchukuo, Negara boneka di Manchuria. Pada tahun 1937 perang telah dimulai saat Jepang mengambil paksa Cina.
Tahun 1936 militer Jepang yang telah menduduki kota Shanghai mulai melaju menuju kota Nanjing yang berjarak sekitar 360 km dari Shanghai. Balatentara Jepang yang berada disana seluruhnya berjumlah sekitar 135.000 personil militer.
Oleh karena terus menerus melakukan peperangan prajurit Jepang mulai kehabisan persediaan makanan. Menyadari situasi ini markas besar militer Jepang membuat strategi baru dengan cara mencari makanan dari musuh. Ini artinya prajurit Jepang harus mulai menjarahi rumah-rumah penduduk untuk memperoleh makanan sebagai upaya bertahan hidup.
Tindakan militer Jepang ini memicu kemarahan rakyat Cina, dalam keadaan terjepit rakyat Cina mulai melawan dengan memakai cara apa saja. Tindakan orang Cina ini tentu saja menimbulkan masalah baru bagi militer Jepang yang sedang melakukan upaya kolonialisasi. Akibatnya militer Jepang mengeluarkan perintah, “Bunuh orang Cina yang terlihat di depanmu!”
Saat ini masih banyak orang berfikir bahwa dalam situasi perang segalanya dapat terjadi secara mendadak tanpa terencana. Termasuk peristiwa pahit yang menimpa ratusan ribu perempuan Asia dan Belanda dalam praktek sistem perbudakan seksual dengan nama Jugun Ianfu. Benarkan praktek Jugun Ianfu sebuah peristiwa yang tidak terencana dalam situasi perang Asia Pasifik? Benarkan Jugun Ianfu sebuah profesi prostitusi yang menerima upah atas jasa layanan seksual kepada militer Jepang.
Praktek dari perintah ini prajurit Jepang mulai membunuhi orang-orang Cina tanpa membedakan kelompok dari sipil atau militer. Pembunuhan keji yang dilakukan tanpa strategi mengakibatkan banyak prajurit Jepang rusak mentalnya dan menjadi gila. Para prajurit Jepang itu bukan hanya melakukan pembunuhan masal, mereka juga mulai melakukan perkosaan secara brutal semua perempuan Cina yang terlihat di jalan-jalan
Akibatnya sebagian besar personel militer Jepang mengalami penyakit kelamin akibat melakukan perkosaan brutal terhadap perempuan-perempuan Cina. Hal ini mengakibatkan kekuatan militer Jepang di Cina melemah. Situasi ini membuat khawatir para petinggi militer di Tokyo. Sehingga mengirim seorang dokter yang bernama Aso Tetsuo untuk menyelidiki penyebab melemahnya kekuatan militer di Cina.
Tak lama setelah penyelidikan berlangsung Aso Tetsuo mengeluarkan rekomendasi untuk markas militer Jepang segera membangun fasilitas prostitusi khusus personel militer yang dikontrol langsung pihak militer. Peristiwa bersejarah ini tertuang dalam buku yang berjudul Karyubyo no Sekkyokuteki Yobaho (Positive Precautinary Measure of Sexual Disease) tahun 1939. Aso Tetsuo mengungkapkan peristiwa tersebut dalam tulisannya yang berjudul Shanghai kara Shanghai he (Shanghai to Shanghai).
Prototipe Ianjo Pertama di Dunia
Pembentukan Ianjo (rumah bordil militer Jepang) yang menyediakan jasa pelayanan seksual bagi tentara dan sipil Jepang dimulai sejak tahun 1932, setelah terjadi kekejaman luar biasa militer Jepang terhadap rakyat Cina di Shanghai. Hampir 1 dekade sebelum penggunaan istilah Jugun Ianfu meluas dan menjadi gejala umum di semua daerah yang dikuasai Jepang di Asia Pasifik menjelang berakhirnya Perang Dunia ke II.
Penguasa Jepang terpaksa harus mempertimbangkan kedisiplinan dan moral militer. Rencana pusat hiburan yang pertama kali diperkenalkan tahun 1932 dibawah pengawasan militer Jepang. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya tulisan tangan salah satu komandan kampanye Shanghai Letnan Jenderal Okamura Yasuji, yang mengakui dalam buku hariannya bahwa ia menjadi pembuat usulan pertama kali Ianjo untuk militer
Jugun Ianfu
Jugun Ianfu (Budak Seks) pertama adalah orang Korea dari pulau Kyushu Utara di Jepang atas permintaan salah seorang penguasa militer yang dikirimkan oleh Gubernur Prefektur Nagasaki. Dasar pemikiran dibalik pembentukan sistem formal Ianjo adalah pengembangan palayanan seksual. Oleh karena itu perlu diawasi dan dikontrol untuk mengurangi jumlah terjadinya pemerkosaan yang dilaporkan dari tempat-tempat yang menjadi basis militer Jepang.
Dalam proses perekrutan tersebut tidak hanya melibatkan militer tetapi juga Departemen Dalam Negeri yang membawahi para Gubernur dan polisi yang kemudian memainkan peranan dalam kerjasama dengan pihak militer untuk merekrut. Cabang khusus Shanghai menggunakan penghubung-penghubung di kalangan pedagang.
Untuk memperoleh perempuan sebanyak-banyaknya untuk melayani kebutuhan seksual miter pada akhir 1937 para perempuan yang dipaksa bekerja di Ianjo-Ianjo yang terletak diantara wilayah Shanghai dan Nanking dikelola langsung oleh militer Jepang. Ianjo ini menjadi model bagi Ianjo-Ianjo selanjutnya. Oleh karena pembangunan Ianjo terus mengalami perkembangan pengelolanya tidak selalu menjadi tanggung jawab militer. Sebagian pengelola adalah orang-orang sipil yang diberi pangkat paramiliter. Namun demikian pihak militer tetap bertanggung jawab terhadap transportasi dan pengawasan umum Ianjo-Ianjo tersebut termasuk aspek kesehatan.
Sementara perang terus berlangsung dan jumlah tentara Jepang yang berpangkalan di berbagai daerah Asia Pasifik terus mengalami peningkatan. Oleh sebab itu permintaan Jugun Ianfu untuk militer juga meningkat. Sehingga cara-cara baru untuk mempekerjakan perempuan-perempuan diciptakan. Hal ini menyangkut peningkatan penggunaan cara-cara penipuan dan kekerasan di banyak tempat di kawasan Asia Timur (khususnya Korea yang telah dikolonisasi Jepang tahun 1910).
3 Jenis rekruitmen dapat diidentifikasikan, antara lain para perempuan yang menyediakan diri mereka secara sukarela (pekerja seks komersial), Tipu daya kepada para perempuan dengan tawaran pekerjaan dengan upah tinggi di restoran sebagai tukang masak/tukang cuci dan penculikan disertai tindak kekerasan perempuan secara kejam di sejumlah negara di Asia Pasifik dibawah kekuasaan Jepang.
Dengan diperkuatnya Undang-undang Mobilisasi Umum Nasional oleh pemerintah Jepang yang dikeluarkan tahun 1932, namun belum sepenuhnya dilaksanakan sampai dengan tahun-tahun mendekati berakhirnya perang. Dengan mendesaknya kebutuhan perang atas sumber daya manusia baik perempuan dan laki-laki dipanggil untuk menyumbangkan tenaga bagi usaha perang. Sehubungan dengan hal ini maka Korps Pelayanan Sosial Perempuan didirikan sebagai dalih mengumpulkan perempuan untuk bekerja di pabrik atau melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan perang untuk membantu militer Jepang.
Lokasi Ianjo tampaknya mengikuti arah perang berlangsung. Ianjo-Ianjo dapat ditemukan dimanapun tentara Jepang berada. Ianjo-Ianjo dikenal juga melalui berbagai sumber di Cina, Taiwan, Indonesia, Filipina, Kepulauan Pasifik, Singapura, Malaysia, Myanmar dan Indonesia. Militer Jepang dengan cermat secara detil sistem prostitusi. Peraturan dalam pengoperasian Ianjo di berbagai wilayah taklukan militer Jepang di Asia Pasifik memiliki kesamaan sistem seperti harga yang ditetapkan untuk masuk ke Ianjo, pembelian tiket masuk ke Ianjo, jam berkunjung, kontrol kesehatan yang ketat terhadap para Jugun Ianfu agar terhindar penyakit menular seksual, pemberian kondom kepada setiap pengunjung yang masuk ke Ianjo, larangan menggunakan senjata dan penggunakaan alkohol di lingkungan Ianjo.
Meski telah diberlakukan kontrol kesehatan terhadap para militer Jepang yang menggunakan fasilitas Ianjo, namun banyak dari mereka menolak menggunakan kondom. Sehingga dampak buruk kesehatan seperti terkena penyakit kelamin atau terjadi kehamilan yang tidak diinginkan menimpa para Jugun Ianfu di berbagai lokasi Ianjo di seluruh kawasan Asia Pasifik. Beberapa temuan memorabilia sebagai bukti bahwa Ianjo dikelola dengan menajemen yang rapi oleh militer.
Meski di berbagai wilayah Asia Pasifik telah musnah bangunan Ianjo, namun di Shanghai masih ditemukan utuh bangunan Ianjo pertama di dunia yang dibangun dan dikelola dibawah kontrol militer Jepang. Ianjo pertama dibangun tahun 1932. Seorang ahli sejarahwan Cina Prof. Su Zhiliang melakukan penelitian selama 15 tahun mengenai lokasi Ianjo di Cina. Sekitar 149 Ianjo di temukan menyebar di 20 provensi di Cina. Di bawah ini merupakan temuan memorabilia sangat penting. Daiich Saloon berada di Shanghai. Hingga saat ini Daiich Saloon masih ada meski dibeberapa bagian bangunan telah berubah. Tetapi usaha pelestarian dan restorasi telah dimulai di Cina terhadap Ianjo-Ianjo yang di temukan Prof. Su Zhiliang.
Di sejumlah negara masih ditemukan bangunan Ianjo seperti di Filipina, Taiwan, Malaysia, Singapura dan Myanmar, Timor Leste. Dengan ditemukan berbagai bukti sejarah tersebut pendapat yang menyatakan bahwa praktek Jugun Ianfu Perang Asia Pasifik sebuah ketidak sengajaan dalam situasi perang dapat dihancurkan leburkan. Juga sama sekali tidak benar apa yang menimpa 400.000 perempuan (Korea Selatan, Korea utara, Cina, Filipina, Taiwan, Indonesia, Timor Leste dan Belanda) yang diperkosa secara sistematis selama invasi militer Jepang di kawasan Asia Pasifik adalah sebuah kemauan sukarela.
Sumber:
Makalah ini di presentasikan dalam Forum Seminar SATU ABAD KEBANGKITAN NASIONAL
Di Perpustakaan Nasional RI, 28 Mei 2008
Foto-Foto : Google search images “Jugun Ianfu”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.