Pages

Minggu, 21 Agustus 2011

Kaisar Kangxi, Kaisar Terbaik China Sepanjang masa


Kaisar Kangxi (Hanzi: 康熙, 4 Mei 1654-20 Desember 1722) adalah kaisar Dinasti Qing ketiga dan Kaisar Tiongkok kedua dari bangsa Manchu yang memerintah tahun 1661 sampai 1722. Ia dikenal sebagai salah satu kaisar terbaik yang pernah dimiliki Tiongkok karena selama masa pemerintahannya Tiongkok berkembang pesat dalam kebudayaan maupun militer, rakyat pun hidup dalam kedamaian. Pada masa itulah Tiongkok menjadi kekaisaran terbesar di dunia dengan wilayah terluas, populasi terbanyak, pasukannya kuat serta kekayaannya berlimpah. Masa pemerintahannya yang berumur 61 tahun menjadikannya sebagai kaisar yang paling lama bertahta dalam sejarah Tiongkok. Ia mewarisi tahta pada usia 8 tahun, dalam usianya yang masih sangat dini itu, dia didampingi oleh keempat walinya dan neneknya, Ibusuri Xiaozhuang, yang banyak berpengaruh dalam kehidupannya.

Kehidupan Awal

Kangxi terlahir dengan nama Aisin Gioro Xuanye (爱新觉罗玄燁) sebagai putra ke-3 Kaisar Shunzhi dan selir Tunggiya. Tahun 1661, Shunzhi dilaporkan meninggal dan mewariskan tahta padanya. Sebelumnya Shunzhi telah menunjuk Suoni, Ebilong, Sukesaha, dan Aobai sebagai wali untuk membantu kaisar bocah itu menjalankan pemerintahan. Keempat wali ini tidak pernah akur dan saling bertikai untuk berebut kekuasaan. Diantara mereka Aobai adalah yang paling ambisius. Ia menjadi wali tunggal bagi Kangxi setelah kematian Suoni dan menggiring Sukesaha untuk dihukum mati, serta Ebilong menyatakan tunduk padanya. Tahun 1669, dalam usianya yang ke-14, Kangxi memutuskan untuk memerintah secara independen. Dengan bantuan Ibusuri Xiaozhuang, ia menjebak Aobai dan menjebloskannya ke penjara. Sejak itu Kangxi baru bisa memerintah secara mandiri.

Musim semi 1662, Kangxi mengadakan pembersihan besar-besaran di Tiongkok selatan terhadap gerakan-gerakan separatis anti-Qing yang dimotori oleh loyalis Ming, Zheng Chenggong. Program ini meliputi pemindahan seluruh populasi di daerah pesisir selatan Tiongkok.

Tahun 1673, meletuslah Pemberontakan Tiga Raja Muda yang dipimpin oleh para mantan jenderal Dinasti Ming yang membelot. Wu Sangui, yang terkuat diantara mereka telah menguasai sebagian besar daerah selatan dan bersekutu dengan para panglima lokal di sekitarnya. Untuk menghadapinya, Kangxi mempersatukan para pejabatnya untuk mendukung dalam perang itu, dia juga merekrut jenderal-jenderal yang mampu untuk menumpas pemberontakan. Selain itu ia memberikan pengampunan pada para tawanan perang. Strategi yang diterapkan Kangxi adalah menundukkan ketiga raja muda ini satu-persatu secara terpisah hingga akhirnya pemberontakan ini berhasil ditumpas pada tahun 1681 dengan dikalahkannya Wu Shifan, cucu Wu Sangui.

Kangxi menumpas pemberontakan oleh suku-suku di Mongol dalam dua bulan dan memasukkan mereka dalam Pasukan Delapan Bendera. Setelah Zheng Keshuang (cucu Zheng Chenggong) menyerah, pemerintah Qing menganeksasi Taiwan tahun 1684, dengan demikian Tiongkok telah dipersatukan. Tidak lama setelah itu, wilayah pesisir kembali diisi. Untuk mendorong berkembangnya pemukiman, pemerintah Qing memberikan dana insentif kepada setiap keluarga yang bermukim disana.

Dalam hubungan diplomatik dengan negara lain, tahun 1673, Kangxi berperan sebagai mediator dalam gencatan senjata dalam perang Trinh-Nguyen di Vietnam. Perang antara dua klan itu telah mengoyak-ngoyak Vietnam selama 45 tahun, dengan adanya gencatan senjata ini, perdamaian berlangsung selama 101 tahun.

Konflik Dengan Rusia

Sejak abad XVI, kekaisaran Rusia berusaha memperluas wilayahnya ke selatan. Tentara mereka memasuki wilayah Heilongjiang, disana mereka merampok dan membunuhi rakyat tak berdosa. Sejak tahun 1650an Tiongkok dan Rusia telah beberapa kali terlibat peperangan di sana. Pemerintah Qing mengirim tentaranya dari Terusan Shanhai untuk memerangi pasukan Rusia.

Pos terdepan Rusia di Albazin adalah pos militer pertama mereka yang direbut Tiongkok pada tahun 1685. Setelah serangkaian pertempuran dan negosiasi, kedua negara akhirnya menandatangani Perjanjian Nerchinsk tahun 1689. Dalam perjanjian itu Tiongkok dan Rusia mencapai enam kesepakatan yaitu: ditetapkannya perbatasan antar dua negara; pembongkaran benteng Albazin; membuka perdagangan antar dua negara; pengekstradisian kriminal perang dan desertir; pemberian ijin menetap bagi warga negara asing yang ingin bermukim; dan melupakan kesalahan-kesalahan masa lampau. Tiongkok juga berhasil mendapatkan daerah lembah Amur (Heilongjiang) dari perang ini.

Ekspedisi Hukuman Atas Mongol

Ketika jaman itu, Mongolia terbagi atas tiga wilayah yaitu: Mongolia Selatan, Utara, dan Barat. Mongolia Selatan telah dianeksasi dan menjadi bagian dari Tiongkok, sementara dua lainnya juga telah tunduk dan mengirimkan upeti tahunan pada Tiongkok. Saat itu, suku Dzugar dan Khalkha sedang terlibat konflik. Pada tahun 1688, kepala suku Dzugar, Galdan Tseren mengirim pasukan untuk menginvasi wilayah suku Khalkha. Pemimpin Khalkha, Jetsundamba Khutughtu meminta bantuan pada Kerajaan Qing Tiongkok. Tahun 1690, suku Dzugar dan Khalkha yang dibantu oleh Tiongok bertempur di Ulaan Butun (sekarang wilayah Mongolia Dalam), dalam pertempuran ini pasukan Tiongkok kalah oleh Dzugar.

Tahun 1696, Kangxi secara pribadi memimpin 80.000 pasukannya untuk membalas kekalahan enam tahun silam. Mereka mengalahkan Galdan dalam Pertempuran Dsuunmod. Galdan melarikan diri ke Pegunungan Altai dimana ia meninggal tahun berikutnya. Namun suku Dzugar masih merupakan ancaman bagi Tiongkok, terutama setelah mereka menduduki Lhasa, Tibet tahun 1706. Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan Dzugar akhirnya takluk pada tahun 1720.

Prestasi

Kangxi dianggap sebagai salah satu teladan penguasa yang ideal. Ia berusaha keras meminimalkan konflik antara etnis Han dan Manchu yang merupakan isu utama pada masa-masa awal Dinasi Qing. Ia mempekerjakan banyak orang Han dalam berbagai tingkat jabatan. Ia juga mencabut kebijakan pada masa pemeritahan ayahnya yang menetapkan bahwa hanya jabatan gubernur dan kepala daerah harus dipegang oleh orang Manchu. Baginya mempelajari sejarah dan budaya Han Tiongkok adalah hal yang penting agar lebih mengerti tentang mereka dan memperlancar urusan-urusan administratif. Ia sering memantau kehidupan rakyatnya dengan terjun ke tengah mereka dengan berpakaian sipil, dengan demikian ia dapat melihat secara langsung kondisi kehidupan rakyat jelata.

Walaupun orang Manchu, Kangxi memiliki mampu menguasai bahasa Mandarin dengan baik, ia juga menguasai filsafat Konfusius dan hafal karya-karya klasik Tiongkok. Hal inilah yang dipakainya sebagai senjata ideologi untuk mengambil hati orang Han. Perilakunya ini menjadi teladan bagi orang Manchu lainnya sehingga mulailah mereka berorientasi pada budaya Han dan menganggap diri mereka sebagai orang Tionghoa asli.

Dalam bidang pertanian, ia mengeluarkan titah bahwa tanah pertanian tidak boleh digunakan untuk tujuan lain selain untuk pertanian itu sendiri. Tanah-tanah milik para bangsawan Ming dikembalikan pada kaum petani dan para bangsawan Manchu diperintahkan agar berhenti merampas tanah milik orang Han. Pengurangan dan pembebasan pajak dalam jangka waktu tertentu diterapkan di beberapa daerah yang terbelakang atau terkena bencana alam. Dengan kebijakan demikian, rakyat merasa sangat diuntungkan dan perekonomian meningkat pesat pada tahun-tahun berikutnya.

Pada masa pemerintahannya juga, pertukaran budaya barat dan timur berlangsung dengan harmonis. Kangxi seorang yang rajin belajar dan penuh rasa ingin tahu tentang dunia luar, dia mempekerjakan beberapa orang barat untuk mengajarinya ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan budaya barat. Salah satunya yang terkenal adalah seorang misionaris Belgia bernama Ferdinand Verbiest yang ditunjuk olehnya sebagai kepala deputi biro ilmu matematika untuk mengatur implementasi sistem kalender modern dan merekonstruksi alat-alat astronomi. Verbiest juga berjasa dalam mengembangkan senjata meriam sehingga memperkuat sistem pertahanan Tiongkok. Selain Verbiest, juga ada Matteo Ripa, misionaris Italia, yang bekerja sebagai pelukis dan pemahat kerajaan. Ketika kembali ke negerinya, Ripa mendirikan lembaga studi Tiongkok pertama di daratan Eropa. Lembaga ini merupakan cikal bakal berdirinya UniversitÃ* degli studi di Napoli L'Orientale atau Universitas Studi Ketimuran Napoli.

Kangxi juga mengumpulkan orang-orang terpelajar untuk menyunting Kamus Kangxi, sebuah kamus aksara Tiongkok/ Hanzi terlengkap yang pernah dibuat, ia menuliskan kata pengantar untuk kamus itu. Ia juga seorang yang tertarik dengan musik dari barat, ia dapat menyanyikan lagu-lagu barat dan menjadi kaisar Tiongkok pertama yang memainkan alat musik barat yaitu piano. Dia menyunting sebuah buku mengenai perbandingan instrumen musik Tiongkok dengan barat yang berjudul Lu Lu Zheng Yi Pian.

Kaisar yang Bijak

Salah satu kisah yang populer di kalangan rakyat mengenai kebijakan Kangxi adalah peristiwa dimana Kangxi terjebak di luar Tembok Besar. Kejadiannya adalah ketika Kangxi sedang mengadakan perjalanan ke utara di luar Tembok Besar untuk mengadakan inspeksi tahunan dan ziarah ke makam leluhurnya. Dalam perjalanan ini ia dan rombongannya memakai pakaian biasa. Setelah menyelesaikan tugas-tugasnya ia pun kembali ke Beijing melalui Terusan Shanhai, salah satu terusan strategis dari Tembok Besar yang juga merupakan jalan utama dari timur laut Tiongkok untuk menuju Beijing.

Agar dapat secepatnya mencapai ibukota untuk menangani urusan-urusan negara yang menunggu. Kangxi dan rombongannya berjalan sehari penuh dan hanya beristirahat sebentar pada malam hari hingga akhirnya mereka pun mencapai terusan Shanhai, saat itu hari telah menjelang tengah malam dan pintu gerbang telah ditutup. Seorang pengawalnya turun dari kuda dan mengetuk gerbang, namun para penjaga di dalam menolak untuk membukakan pintunya. Pengawal itu berusaha meyakinkan para penjaga bahwa kaisar ada dalam rombongan itu dan mereka harus secepatnya tiba di Beijing. Komandan gerbang itu tetap bersikeras tidak membukakan pintu, dia mengatakan bahwa itu adalah keputusan kaisar untuk menutup gerbang menjelang malam dan harus dipatuhi bahkan oleh kaisar sekalipun sehingga mereka tidak akan membuka gerbang tanpa perintah dari atasan.

Mendengar hal ini Kangxi tidak bisa berkata apa-apa lagi dan terpaksa harus tidur di alam terbuka selama beberapa jam sebelum fajar menyingsing dan gerbang dibuka. Sepanjang malam para pengawalnya berjaga untuk menghadapi kemungkinan bahaya yang mengincar. Setelah fajar menyingsing barulah mereka diperkenankan memasuki gerbang. Para penjaga dan komandan sangat terkejut begitu mengetahui bahwa yang semalam itu benar-benar sang kaisar. Mereka bersujud dan memohon ampun padanya.

Kangxi merasa marah sekaligus senang. Dia marah karena mereka tidak membukakan pintu baginya sehingga dia harus melewati malam dengan diterpa angin malam dan kekurangan makan dan minum, namun ia juga senang karena memiliki prajurit yang berdedikasi pada tugas dan berdisiplin tinggi seperti mereka. Ia berpikir, “Dinasti Ming mempunyai tembok pertahanan yang demikian kokoh dan sumber daya manusia yang banyak, tapi mengapa mereka kalah oleh suku minoritas seperti kita, itu karena moral mereka rendah, banyak pejabat korup yang hanya mementingkan diri sendiri. Kini aku tidak perlu kuatir mengenai kelangsungan dinastiku karena aku memiliki orang-orang berdisiplin tinggi seperti mereka.” Maka Kangxi bukannya menghukum mereka, sebaliknya memberi mereka kenaikan pangkat dan harta karena atas keberhasilan mereka menegakkan hukum. Para penjaga sangat berterima kasih dan gembira karena memiliki kaisar yang bijak seperti dirinya.

Berbeda dengan kaisar Ming terakhir, Chongzhen, yang terkenal akan kegegabahannya dalam menjatuhkan hukuman, Kangxi adalah seorang penguasa yang berpandangan luas dan mampu berpikir kritis. Suatu ketika seorang pejabatnya bernama Ge Li memiliki dendam pribadi dengan pejabat lain bernama Chen Pengnian. Ge menulis surat laporan pada Kangxi yang mengatakan bahwa Chen menulis sebuah puisi yang isinya menghina sang kaisar. Setelah Kangxi menyelidiki surat dan puisi itu dengan seksama, ternyata ia tidak menemukan apapun dalam puisi Chen yang berisi pemikiran anti pemerintah atau maksud pemberontakan.

Kangxi lalu mengumpulkan semua pejabatnya dan mengecam Ge di depan mereka atas tindakannya bersaksi dusta untuk menjatuhkan Chen. Ia memberi nasehat pada para pejabatnya agar belajar dari kejadian ini bahwa jangan pernah seorangpun dari mereka termakan isu murahan yang dihembuskan oleh orang-orang picik. Kangxi juga memperlihatkan pada mereka surat laporan Ge dan puisi Chen sehingga semua jelas mengenai permasalahannya.

Krisis Suksesi

Wasiat Kangxi adalah salah satu dari tiga misteri besar Dinasti Qing. Hingga hari ini, para sejarawan masih memperdebatkan siapa sebenarnya yang dipilih Kangxi sebagai penerusnya. Walau pada akhirnya yang menjadi kaisar berikutnya adalah pangeran ke-4, Yinzhen, yang naik tahta sebagai Kaisar Yongzheng, diduga kuat bahwa Yinzhen memalsukan wasiat Kangxi dan yang dipilih Kangxi sebenarnya adalah pangeran ke-14 Yinti.

Kangxi memiliki 35 orang putra, 20 diantaranya mencapai usia dewasa. Putra sulungnya, Yinzhi, hanya anak seorang selir tingkat rendah, maka ia tidak berhak atas tahta. Orang pertama yang dicalonkannya sebagai putra mahkota adalah Yinreng, putra dari hasil pernikahannya dengan permaisurinya yang pertama, Xiaocheng. Sementara pangeran lain tumbuh dibawah didikan para gurunya masing-masing, Kangxi menyempatkan diri membesarkan Yinreng secara pribadi dan menaruh harapan besar padanya untuk menjadi penguasa yang sempurna. Yinreng sendiri juga dididik oleh guru kerajaan beretnis Han, Wang Shan, seorang yang setia padanya dan memperjuangkan status putra mahkotanya hingga tahun-tahun terakhir kehidupannya. Sayangnya pangeran ini menghancurkan harapan ayahnya. Dia memiliki reputasi yang buruk, sering memukul dan membunuh bawahannya sembarangan dan terlibat perselingkuhan dengan beberapa selir ayahnya. Selain itu ia pernah membeli anak-anak dibawah umur dari wilayah Jiangsu sebagai pemuas nafsu.

Selama bertahun-tahun Kangxi terus mengawasi kelakuan calon penerusnya itu dan berkali-kali memperingatkannya agar menghentikan perbuatan tercelanya. Banyak orang berpendapat bahwa Dinasti Qing akan hancur bila Yinreng menjadi kaisar. Pada tahun 1707, akhirnya Kangxi memutuskan untuk mencabut status putra mahkota Yinreng karena tidak tahan lagi dengan kelakuannya yang dikatakan dalam titah kerajaannya sebagai sesuatu yang terlalu memalukan untuk dibicarakan.

Yinreng kehilangan hak warisnya dan dikenai tahanan rumah dibawah pengawasan kakaknya, Yinzhi. Yinzhi merasa ayahnya telah menaruh kepercayaan padanya dan mencalonkannya sebagai putra mahkota. Ia beberapa kali berusaha membuat Yinreng makin terpuruk, bahkan sampai mengguna-gunainya. Ia bahkan meminta ijin pada Kangxi untuk menghukum mati Yinreng. Tindakannya ini membuat Kangxi marah sehingga Yinzhi bukan saja kehilangan kesempatan untuk menjadi putra mahkota, gelar-gelar lainnya pun turut dicabut.

Sejak itulah putra-putra Kangxi terpecah menjadi beberapa faksi yang saling bertikai, mereka mencari muka di depan ayahnya untuk merebut status putra mahkota yang sedang kosong. Dari antara semua pangeran, Yinsi, pangeran ke-8 adalah kandidat terkuat yang diperkirakan akan menjadi kaisar setelah Kangxi, banyak pejabat dan keluarga kerajaan mendukungnya.

Kangxi meminta pada para pejabat dan bangsawan berhenti memperdebatkan masalah suksesi ini karena perdebatan dan spekulasi yang berlarut-larut itu menyebabkan tugas sehari-hari menjadi terganggu. Tindakan Yinzhi membuat Kangxi berpikir ulang bahwa hal-hal eksternal lah yang menyebabkan kejatuhan Yinreng, maka pada tahun 1709, ia memulihkan kembali status Yinreng sebagai putra mahkota atas dukungan pangeran ke-4 dan ke-13. Tindakan ini diambil guna mencegah perpecahan dalam tubuh pemerintahannya. Kangxi menjelaskan bahwa kesalahan masa lalu Yinreng disebabkan oleh penyakit kejiwaan sehingga butuh waktu untuk pulih dan memperbaiki diri.

Tahun 1712, ketika Kangxi sedang melakukan perjalanan ke daerah selatan, ia mempercayakan tugas-tugas pemerintahan untuk ditangani Yinreng. Yinreng yang masih kuatir akan status putra mahkotanya terpengaruh oleh bujukan pendukungnya untuk memaksa ayahnya turun tahta begitu ia kembali ke ibukota. Usaha kudeta ini sudah tercium oleh Kangxi melalui bawahan-bawahannya yang setia dan segera mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menyelamatkan negara dari kudeta. Bulan Desember tahun itu, Kangxi kembali ke ibukota, ia sangat murka dan mencabut hak waris Yinreng untuk kedua kalinya. Yinreng diadili dan sekali lagi dikenai tahanan rumah.

Setelah insiden ini, Kangxi menegaskan bahwa ia tidak akan mengumumkan siapa yang kelak akan meneruskan tahta. Nama penerusnya telah ia tuliskan sendiri dalam surat wasiatnya yang disimpan dengan dalam sebuah kotak di Istana Qianqing. Kotak itu sendiri baru boleh dibuka dan wasiatnya baru boleh diumumkan setelah kematiannya. Maka tidak seorangpun yang mengetahui siapa yang akan menjadi kaisar selanjutnya.

Menyusul pencabutan status putra mahkota Yinreng yang kedua kalinya, Kangxi melakukan pembersihan politik. Yinxiang, pangeran ke-13 dikenai tahanan rumah atas tuduhan bersekongkol dengan Yinreng. Yinsi juga dicabut semua gelarnya dan baru dipulihkan beberapa tahun kemudian. Banyak yang memperkirakan yang dipilih Kangxi sebagai penerusnya adalah Yinti, pangeran ke-14. Dialah kini yang menjadi kesayangan ayahnya yang mengirimnya ke perbatasan untuk menumpas pemberontakan guna menempanya dalam kesulitan untuk bekal menjadi pemimpin kelak. Ia juga didukung oleh kakaknya, pangeran ke-8, 9 dan 10.

Catatan resmi mengatakan pada tanggal 20 Desember 1722, Kangxi yang telah menjelang ajal memanggil putra-putranya yaitu pangeran ke 3, 4, 8, 9, 10, 16, dan 17. Setelah ia wafat, Longkeduo, komandan pengawal kekaisaran yang juga saudara iparnya, mengumumkan wasiatnya bahwa yang menjadi kaisar berikutnya adalah Yinzhen, pangeran ke-4. Suatu hal yang tidak pernah diduga oleh siapapun karena Yinzhen adalah putra yang tidak disenangi Kangxi karena sifatnya yang licik. Hingga kini hal ini masih menjadi sebuah misteri yang belum terpecahkan. Ketika itu Yinti yang diperkirakan menjadi kaisar berikutnya masih sibuk berperang di Xinjiang, ia baru tiba di ibukota beberapa hari setelah ayahnya wafat dan saat itu Yinzhen telah dinobatkan sebagai kaisar. Kangxi dimakamkan di kompleks pemakaman kaisar Qing di Dongling, kabupaten Zunhua, Hebei. Disana juga dimakamkan empat orang permaisuri dan 51 orang selirnya.

Kaisar Kangxi dalam Budaya Populer

Dalam literatur dan film biasanya Kangxi tampil sebagai kaisar yang bijak, misalnya dalam The Deer and the Cauldron (鹿鼎记, di Indonesia lebih dikenal dengan judul Pangeran Menjangan) karya Jin Yong, Kangxi menjadi salah satu tokoh utamanya. Kisah dalam novel ini adalah sejarah yang digabungkan dengan fiksi. Novel ini telah beberapa kali difilmkan dan beberapa aktor terkenal seperti Andy Lau, Steven Ma, dan Patrick Tam pernah memerankan dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.